Beranda | Artikel
Penjagaan Diri Ala Rasulullah Vs Ala Iblis (selesai)
Selasa, 1 April 2014

Penjagaan Ala Setan

1.  Pergi ke Kahin (orang yang mengaku mengetahui akan hal gaib yang akan datang), ‘Arraf (orang yang mengaku mengetahui akan hal gaib yang telah lalu) dan Sahir (orang yang membuat rajah, jimat, jampi-jampi untuk membahayakan orang yang disihir).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan dalam berbagai hadisnya sebagaimana riwayat berikut :

مَنْ أَتَى عَرَّافاً فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً

“Barang siapa mendatangi ‘Arraf (peramal) dan menanyakan sesuatu kepadanya, tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari.” (HR. Muslim).

عَن أَبِى هُرَيْرَةَ وَالْحَسَنِ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ ».

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang mendatangi kahin atau ‘Arraf dan membenarkan apa yang yang ia katakan maka sungguh telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam Shahih Al Jami’, no. 5939).

عن عمران بن الحصين رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم    : لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَطَيَّرَ أَوْ تُطُيِّرَ لَهُ أَوْ تَكَهَّنَ أَوْ تُكُهِّنَ لَهُ أَوْ سَحَرَ أَوْ سُحِرَ لَهُ وَمَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صلى الله عليه و سلم

Dari Imran bin Hushain radhiallahu ‘anhu, ia menuturkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukan dari golongan kami, orang yang percaya kepada nasib sial dan yang minta diramal tentang nasib sialnya atau yang melakukan praktek dukun dan yang didukuni atau yang menyihir atau yang meminta bantuan sihir, dan barang siapa yang mendatangi  dukun dan membenarkan apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir pada apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Al Bazzar dengan sanad yang baik dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam Silsilah Al Ahadis Ash Shahihah, no. 2195).

2.  Memakai jimat dengan segala macam bentuknya.

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِىِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَقْبَلَ إِلَيْهِ رَهْطٌ فَبَايَعَ تِسْعَةً وَأَمْسَكَ عَنْ وَاحِدٍ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ بَايَعْتَ تِسْعَةً وَتَرَكْتَ هَذَا قَالَ « إِنَّ عَلَيْهِ تَمِيمَةً ». فَأَدْخَلَ يَدَهُ فَقَطَعَهَا فَبَايَعَهُ وَقَالَ « مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ ».

Uqbah bin Amir al Juhani radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangi oleh sekitar sepuluh orang kemudian beliau membaiat sembilan dari mereka dan menahan satu orang, lalu mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, engkau telah membaiat sembilan dan engkau sisakan satu orang ini?” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sesungguhnya orang ini memakai jimat”. Kemudian orang ini memasukkan tanggannya, lalu ia putuskan jimatnya kemudian Nabi membaiatnya seranya bersabda, “Barangsiapa yang menggantungkan jimat, maka ia telah berbuat syirik.” (HR. Ahmad dan dan dishahihkan oleh Imam Al Albani di dalam As Silsilah Ash Shahihah, no. 492).

3. Pergi ke Kuburan Keramat bukan Untuk Ziarah tapi Untuk Ngalap Berkah

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- « اللَّهُمَّ لاَ تَجْعَلْ قَبْرِى وَثَناً لَعَنَ اللَّهُ قَوْماً اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ ».

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Ya Allah janganlah jadikan kuburanku berhala, Allah telah melaknat orang-orang yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid.” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam Ahkamul Janaiz).

4.  Meminta Berkah atau Perlindungan kepada Pohon yang Diyakini Berkeramat

عَنْ أَبِى وَاقِدٍ اللَّيْثِىِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَمَّا خَرَجَ إِلَى خَيْبَرَ مَرَّ بِشَجَرَةٍ لِلْمُشْرِكِينَ يُقَالُ لَهَا ذَاتُ أَنْوَاطٍ يُعَلِّقُونَ عَلَيْهَا أَسْلِحَتَهُمْ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ أَنْوَاطٍ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « سُبْحَانَ اللَّهِ هَذَا كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى (اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ) وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَتَرْكَبُنَّ سُنَّةَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ ». قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ.

Abu Waqid Al-Laitsi radhiallahu ‘anhu menuturkan, “Suatu waktu kami pergi bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Hunain, dan kami dalam keadaan baru saja terlepas dari kekafiran (baru masuk Islam). Ketika itu orang-orang musyrik mempunyai sebatang pohon bidara yang disebut Dzat Anwath, mereka selalu mendatanginya dan menggantungkan senjata-senjata perang mereka pada pohon itu. Tatkala kami melewati sebatang pohon bidara, kami pun berkata, “Ya Rasulullah, buatkanlah untuk kami Dzat Anwath sebagaimana mereka itu mempunyai Dzat Anwath.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

((اللَّـهُ أَكْبَرُ، إِنَّهَا السُّنَنُ، قُلْتُمْ وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ كَمَا قَالَتْ بَنُوْ إِسْرَائِيْلَ لِمُوْسَى: “ اِجْعَلْ لَنَا إِلـهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ “، قَالَ: “ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُوْنَ “، لَتَرْكَبُنَّ سُنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ))

“Allahu Akbar (Allah Maha Besar). Itulah tradisi (orang-orang sebelum kamu). Dan demi jiwaku yang berada di Tangan-Nya, kalian benar-benar telah mengatakan suatu perkataan seperti yang dikatakan oleh Bani Israil kepada Musa, “Buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka itu mempunyai sesembahan-sesembahan.” Musa menjawab: “Sungguh, kalian adalah kaum yang tidak mengerti”. Pasti, kalian akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian.” (HR. At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam Shahih Tirmidzi, no. 2180).

5.  Minta Tolong atau Perlindungan kepada Jin

{وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا}

Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS. Al Jin: 6)

أي: كان الإنس يعبدون الجن ويستعيذون بهم عند المخاوف والأفزاع (1) ، فزاد الإنس الجن رهقا أي: طغيانا وتكبرا لما رأوا الإنس يعبدونهم، ويستعيذون بهم، ويحتمل أن الضمير في زادوهم يرجع إلى الجن ضمير الواو (2) أي: زاد الجن الإنس ذعرا وتخويفا لما رأوهم يستعيذون بهم ليلجئوهم إلى الاستعاذة بهم، فكان الإنسي إذا نزل بواد مخوف، قال: ” أعوذ بسيد هذا الوادي من سفهاء قومه “. [تفسير السعدي ص: 890]

Syaikh Al Mufassir Abdurrahman bin Nashir As Sa’diy rahimahullah (w:1376H) berkata, “Maksudnya adalah dahulu manusia menyembah jin dan meminta perlindungan kepada mereka di saat ketakutan dan kegelisahan, maka jin bertambah sombong dan melampaui batas terhadap manusia, dikarenakan apa yang mereka lihat, yaitu ketika manusia menyembah dan meminta perlindungan kepada mereka. Dan mungkin yang dimaksudkan adalah bahwa pelaku dari kata kerja “mereka bertambah” adalah jin, maksudnya, jin menambah kepada manusia rasa takut dikarenakan apa yang mereka (jin) lihat dari manusia yang meminta perlindungan kepada mereka, agar manusia kembali meminta perlindungan dengan mereka (jin). Dahulu jika seorang manusia jika singgah di sebuah danau yang ditakuti, dia berkata: “Aku berlindung kepada penguasa danau ini dari kaumnya yang jahat”. (Lihat Taisir Al Karim Ar Rahman fi Tafsir Al Kalam Al Manan, Hal. 890).

Wallahu a’lam  

Ditulis oleh Abu Abdillah Ahmad Zainuddin

Rabu, 29 Shafar 1432H.

Artikel www.pengusahaMuslim.com


Artikel asli: https://pengusahamuslim.com/3051-penjagaan-diri-ala-1620.html